1.31.2010

JILBAB : AQIDAH ATAU TRADISI

Dengan ungkapan yang lebih gamblang sekarang kita boleh bertanya: Apakah melepas jilbab itu merupakan tradisi atau aqidah ? Apakah dekadensi moral itu termasuk esensi keimanan atau sekedar manifestasi dari suatu tradisi ? Apakah kaum lelaki yang mengadakan demonstrasi ketika putri-putri sekolahan menanggalkan jilbabnya benar-benar berdasarkan aqidah atau sekedar demi tuntutan tradisi ? Apakah kaum lelaki yang melancarkan protes dan berunjuk rasa, ketika menyaksikan kaum wanita turun di jalan-jalan untuk bekerja, sungguh-sungguh bersumber dari kesadaran akan kebenaran akidah dan agama, atau malah sebaliknya ? Atau karena faktor kebodohan kaum lelaki dan demi melindungi sang isteri, sehingga mereka merasa terdorong untuk memberontak ?

Ketika jilbab sungguh-sungguh merupakan pantulan yang memancar dari semangat aqidah yang benar, barang tentu tidak akan mudah goyah walaupun harus berhadapan dengan berbagai media dan perangkat yang merusak. Seperti juga halnya sendi-sendi moral yang sarat dengan muatan nilai iman yang hakiki tentu tidak akan mudah roboh kendati seringkali bergulat dengan unsur-unsur keji; terkecuali setelah mengalami pergumulan yang begitu dahsyat dan melalui proses sejarah yang cukup panjang. Sementara tradisi yang sama sekali kering dari jiwa agama secara otomatis ia akan runtuh dan musnah dengan sendirinya. Kehancuran tradisi itulah yang akan menimbulkan goncangan-goncangan yang cukup gawat, dan bahkan seluruh aspek kehidupan bakal diwarnai oleh topeng-topeng setan yang menyesatkan.

Ketika itu juga para siswi serentak mulai berani unjuk gigi, nampang dan berkeliaran dijalanan. Hanya saja mereka memang masih tetap setia mengenakan longdress yang menutupi lengan hingga ujung kaki dengan penuh sopan dan wajar.

Selain itu, apakah mereka punya corak dan penampilan yang lain ? Sebenarnya gadis-gadis muslimah yang silau dipengaruhi oleh rayuan-rayuan setan dan suka larak-lirik kiri-kanan di jalanan, barang tentu citra dan harga dirinya akan jatuh di mata masyarakat luas. Dia akan menjelma sebuah cermin tempat mengaca diri bagi mereka yang sedang mencari hakikat kepribadian dan jatidiri. maka siapakah gerangan yang suka melotot jelalatan ke kiri dan ke kanan itu ?

Sekarang sudah saatnya kita berbenah, mawas diri, waspada dan berdisiplin diri secara ketat dengan adab sopan santun yang sempurna.

Sumber :http://kembara.multiply.com/journal/item/17

Tidak ada komentar:

Posting Komentar