1.31.2010

Khimar (kerudung)

Al-Qur’an juga datang dengan kata lain selain kata jilbab dalam mengutarakan penutup kepala sebagaimana yang termaktub dalam Surat An-Nuur : 31, Artinya: Dan katakanlah kepada wanita-wanita yang beriman:
“Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan jangan menampakkan perhiasannya, kecuali yang biasa nampak padanya, dan hendaklan mereka menutupkan kain kudung di dadanya…

Kata Khumur dalam penggalan ayat di atas bentuk jama’ (plural) dari kata Khimar yang biasa diartikan dalam bahasa Indonesia sebagai kerudung yang tidak lebar dan tidak panjang, sedang kalau kita melihat arti sebenarnya ketika Al-Qur’an itu datang kepada Nabi Muhammad SAW maka Mufassirin (ulama ahli tafsir Al Quran) berbeda pendapat dan kita akan melihat sedikit reduksi atau penyempitan arti dari arti pada waktu itu.

Imam Qurthubi menterjemahkan khumur secara lebih luas, yaitu semua yang menutupi kepala wanita baik itu panjang atau tidak, begitu juga dengan Imam Al-Alusiy beliau menterjemahkannya dengan kata miqna’ah yang berarti tutup kepala juga, tanpa menjelaskan bentuknya panjang atau lebarnya secara kongkrit.

Ayat Al-Qur’an di atas memerintahkan untuk memanjangkan kain penutup itu ke bagian dada yang di ambil dari kata juyuub (saku-saku baju) sehingga kalau wanita hanya memakai penutup kepala tanpa memanjangkannya ke bagian dada maka dia masih belum melaksanakan perintah ayat di atas, dengan kata lain penutup kepala menurut ayat di atas haruslah panjang menutupi dada dan sekitarnya, disamping juga ada baju muslimah yang menutupinya. Namun kalau kita teliti kata juyuub lebih lanjut dan apabila kita juga melihat sebab ayat itu diturunkan maka kita akan menemukan beberapa arti ayat (pendapat) yang dikemukakan oleh mufassir yang berbeda dengan pemahaman di atas.

Kata juyuub dalam ayat di atas juga dibaca jiyuub dalam tujuh bacaan Al-Qur’an yang mendapat legalitas dari umat Islam dan para Ulama dulu dan sekarang (qira’ah sab’ah), kata juyuub adalah bentuk jama’(plural) dari jaib yang berarti lubang bagian atas dari baju yang menampakkan leher dan pangkal leher. Imam Alusi menjelaskan kata jaib yang diartikan dengan lubangan untuk menaruh uang atau sejenisnya (saku baju) adalah bukan arti yang berlaku dalam pembicaraan orang arab saat Al-Qur’an turun, sebagaimana Ibnu Taimiyah juga berpendapat yang sama, Imam Alusi juga menambahkan lagi dan berkata “tetapi kalaupun diartikan dengan saku juga tidaklah salah”, dari pembenaran dia bahwa arti jaib adalah saku tadi, Imam Alusiy artinya setuju kalau penutup kepala jilbab, kerudung atau yang lain adalah harus sampai menutup dada, meskipun beliau tidak mengungkapkannya dengan kata-kata yang jelas dan tegas tapi secara implisit beliau tidak menyalahkan pendapat itu.

Imam Bukhari dalam kitab hadist shohihnya, beliau setuju bila kata jaib diartikan dengan lubangan baju untuk menyimpan uang atau semisalnya (saku baju) tetapi sebaliknya Ibnu Hajar dalam Syarah Shahih Bukhariy (buku atau komentar kepada suatu karya tulis seorang pengarang kitab dengan berupa kesetujuan penjelasan atau ketidak setujuan atau menjelaskan maksud pengarang kitab aslinya) yang berjudul Fath Al-bari, Ibn Hajar menjelaskan bahwa jaib adalah potongan dari baju sebagai tempat keluarnya kepala, tangan atau yang lain.dan banyak ulama lain yang sependapat dengan Ibnu Hajar, sedangkan Al-Ismaili mengartikan jaib itu dengan lingkaran kera baju.

Pembahasan arti kata jaib ini terasa penting karena letak saku baju tentu lebih di bawah dari pada kera atau lubangan leher baju, selanjutnya apakah penutup kepala yang hanya menutupi leher dan pangkal leher namun belum menutup sampai ke saku baju (yakni bagian dada) apakah sudah memenuhi perintah Allah SWT dalam ayat Al-Qur’an di atas.

Dari arti jaib yang masih dipertentangkan maka arti kata Juyuub di ayat tersebut di atas juga masih belum bisa di temukan titik temunya, saku baju atau lubang kepala. Sehingga bila diartikan saku maka menutup kepala dengan jilbab atau kain kerudung tidak cukup dengan yang pendek dan atau kecil tetapi harus panjang dan lebar sehingga bisa menutup tempat saku baju. Dan kalau juyuub dalam ayat di atas di artikan lubang baju untuk leher maka menutup kepala cukup memakai yang bisa menutup keseluruan aurat dengan sempurnah tanpa ada cela yang bisa menampakkan kulit serta tidak harus di panjangkan ke dada.

Namun apabila kita kembali kepada sebab diturunkannya ayat tersebut, seperti yang disebutkan dalam Lubabun Nuqul karya Imam Suyuti yaitu ketika Asma’ binti Martsad sedang berada di kebun kormanya, pada saat itu datanglah wanita-wanita masuk tanpa mengenakan penutup (yang sempurna) sehingga tampaklah kaki, dada, dan ujung rambut panjang mereka, lalu berkatalah Asma’, “Sungguh buruk sekali pemandangan ini”, maka turunlah ayat di atas.

Lebih terang Imam Qurtubi menjelaskan sebab ayat ini diturunkan yaitu karena wanita-wanita pada masa itu ketika metutup kepala maka mereka melepaskan dan membiarkan kain penutup kepala itu ke belakang punggungnya sehingga tidak menutup kepala lagi dan tampaklah leher dan dua telinga tanpa penutup di atasnya, oleh sebab itulah kemudian Allah SWT memerintahkan untuk melabuhkan kain jilbab ke dada sehingga leher dan telinga serta rambut mereka tertutupi, akan tetapi tetapi lebih lanjut Imam Qurtubi menjelaskan cara memakai tutup kepala, yaitu dengan menutupkan kain ke jaib (saku atau lubang leher) sehingga dada mereka juga ikut tertutupi.

Dari kedua sebab turunnya ayat di atas maka tampaknya bisa diambil kesamaan bahwa ayat di atas turun karena aurat (dalam hal ini leher, telinga dan rambut) masih belum tertutup dengan kain kerudung, sehingga turunlah ayat di atas memerintahkan untuk menutupnya, dengan kata lain, memanjangkan kain kerudung atau jilbab ke jaib (saku atau lubang leher) itu adalah cara untuk menutup aurat yang diterangkan oleh Al-Qur’an sesuai dengan keadaan wanita-wanita masa itu, artinya bila aurat sudah tertutup tanpa harus memanjangkan kain kerudung atau jilbab ke dada maka perintah memanjangkan itu sudah tidak wajib lagi sebab memanjangkan adalah cara untuk bertujuan memuntup aurat sedang apabila tujuan yang berupa menutup aurat itu sudah tercapai tanpa memanjangkan kain itu ke dada kerana keadaan yang berbeda dan adapt yang tidak sama maka boleh-boleh saja.

Ringkasnya jaib dengan arti lubang leher adalah tafsiran yang sesuai dengan sabab turunnya ayat di atas, dan memanjangkan kain kerudung atau jilbab ke dada adalah tidak diwajibkan oleh ayat Al-Qur’an di atas, karena yang wajib adalah menutup aurat tanpa ada sedikitpun cela yang menampakkan kulit autar wanita. Wallahu ‘alam bish shawab.

Sumber : http://dbunshin.wordpress.com/2008/02/18/jilbab-dalam-al-quran-dan-jilbab-zaman-sekarang/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar